JAKARTA-Pelaku usaha kelapa sawit memperkirakan kinerja produksi kelapa sawit Indonesia pada tahun ini akan cenderung stagnan dan tren kinerja kelapa sawit yang stagnan tersebut sudah terjadi sejak 2019 lalu.
Salah satu penyebab stagnasi produksi sawit karena peremajaan sawit yang cukup terlambat serta masalah pupuk yang berdampak buruk kepada kinerja produksi tandan buah segar (TBS) sawit. “Angka produksi tahun ini saya rasa masih stagnan. Bisa naik sedikit bisa turun sedikit. Tapi cenderung flat,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono dalam konferensi pers Kinerja Industri Sawit 2022 di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Menurut dia, salah satu cara yang paling signifikan untuk meningkatkan kinerja kelapa sawit nasional adalah dengan percepatan pelaksanaan replanting. Dalam prosesnya, bibit untuk replanting menggunakan bibit yang protas jauh lebih tinggi. Hanya saja, sejauh ini kinerja replanting itu menurut kelapa sawit masih belum maksimal.
Joko berharap masing-masing perusahaan tetap bisa meningkatkan produktivitas dari sawitnya. Jika tidak ada inisiatif sendiri, kemungkinan perusahaan sulit mengalami pertumbuhan pada produksi sawitnya.
Peremajaan perkebunan kelapa sawit diwujudkan melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada 13 Oktober 2017 di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
PSR merupakan program untuk membantu pekebun rakyat memperbaharui perkebunan kelapa sawit mereka dengan kelapa sawit yang lebih berkelanjutan dan berkualitas, dan mengurangi risiko pembukaan lahan ilegal (Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan -LULUCF). Melalui PSR, produktivitas lahan milik pekebun rakyat bisa ditingkatkan tanpa melalui pembukaan lahan baru.
Peremajaan kebun kelapa sawit pekebun ini dilaksanakan secara bertahap di seluruh provinsi penghasil kelapa sawit. Produktivitas kebun kelapa sawit rakyat saat ini tergolong rendah, berkisar 2 hingga 3 ton/ha/tahun padahal perkebunan sawit di Indonesia memiliki potensi yang besar. Rendahnya produktivitas perkebunan sawit rakyat ini antara lain disebabkan kondisi pertanaman yang sudah tua dan rusak serta sebagian menggunakan benih yang bukan unggul dan bersertifikat. Oleh karena itu perlu dilakukan peremajaan tanaman kelapa sawit dengan menggunakan benih unggul dan bersertifikat.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman mengatakan dana untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR) pada 2022 naik menjadi Rp 923 miliar. Dana itu digunakan untuk pindah tanam atau replanting 30.579 hektare lahan sawit. “Ini adalah progres dari program peremajaan sawit rakyat,”ujarnya dalam konferensi pers di Hotel Grand Hyatt Jakarta pada Kamis, 22 Desember 2022.

Dia menjelaskan terjadi peningkatan penyaluran dana untuk program PSR sejak 2016. Pada 2016, BPDPKS telah menyalurkan dana sebesar Rp 7,52 triliun untuk membiayai kegiatan replanting sebesar 273.666 hektare. Duit itu disalurkan kepada 120.168 pekebun.
Kemudian pada 2019, dana yang terdistribusi sebesar Rp 2,26 triliun untuk mendanai 90.491 hektare replanting. Selanjutnya pada 2020, dana yang BPDPKS salurkan naik menjadi Rp 2,67 triliun untuk mendanai 94.033 hektare. Namun pada 2021, penyalurannya menurun menjadi Rp 1,26 triliun untuk mendanai 42.212 hektare lahan.