Permintaan Minyak Nabati Global Naik 7 Ton Per tahun; PSR Jadi Peluang Besar

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga.

JAKARTA–  Para pelaku usaha menilai produksi kelapa sawit Indonesia perlu ditingkatkan untuk menjawab kenaikan kebutuhan dan permintaan minyak nabati global.

 

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mencatat permintaan minyak nabati global naik sebesar 7 ton per tahunnya.

 

Dikutip situs berita kumparan.com, dengan kebutuhan sebesar itu tidak mungkin Indonesia membuka lahan baru. Untuk itu, menurutnya produksi minyak sawit Indonesia perlu digenjot setidaknya menjadi 25 ton tandan buah segar (TBS) sawit per hektare per tahun.

 

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (ASPEKPIR) Setiyono mengatakan melalui program peremajaan sawit rakyat, pemerintah sudah berupaya meningkatkan produksi kelapa sawit nasional sesuai dengan tujuannya sehingga program ini masuk sebagai program strategis nasional.

 

Ketua Umum ASPEKPIR Setiyono

Keberhasilan program ini akan memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memenuhi kenaikan permintaan minyak nabati dunia. “Program replanting yang sudah berjalan terbukti mampu meningkatkan produksi kelapa sawit,” katanya.

 

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan angka tersebut bisa terealisasi apabila program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dioptimalkan dalam 5 tahun ke depan.

 

“Jika asumsi PSR bisa berjalan 25 persen saja dari total kebun rakyat yang total luasnya 6,87 juta hektare (42 persen dari total nasional), maka akan tercapai paling tidak produksi 2,8 ton per hektare per bulan, atau 33,6 ton per hektare per tahun. Dengan rendemen tandan buah segar rata-rata 26 persen, maka sudah menghasilkan 8,73 ton CPO per hektare per tahun,” kata Gulat kepada kumparan, Sabtu (21/1).

Baca Juga:  Target Produksi Batubara Tahun 2023 Naik Menjadi 694,5 Juta Ton

 

Menurutnya hal itu bukan mustahil karena kebun rakyat yang sudah di-replanting melalui program PSR dengan dana dari BPDPKS sudah menghasilkan rata-rata 2,1 ton TBS per hektare per bulan.

 

Faktor lainnya yang bisa menggenjot produksi TBS adalah kebun sawit yang dimiliki korporasi juga harus melakukan replanting sesuai dengan umurnya. Faktor terakhir, yakni pemupukan kebun sawit harus optimal.

 

Untuk faktor terakhir, Gulat menilai saat ini kondisinya justru sangat sulit karena pupuk untuk sawit tidak termasuk dalam pupuk yang dapat subsidi. Ditambah harga pupuk melonjak imbas konflik Rusia-Ukraina.

 

“Diperkirakan produksi CPO dari TBS petani tahun ini menurun 11-15 persen akibat tahun lalu petani hanya 20-30 persen saja yang memupuk,” pungkas dia.

Bagikan

INFORMASI TERKAIT