“Lawan Kampanye Negatif Dengan Buku Mitos VS Fakta Sawit”

Buku Mitos Vs Fakta Sawit.

JAKARTA– -PASPI (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) menyelenggarakan peluncuran buku Mitos VS Fakta Sawit yang dihadiri pelaku industri sawit dan regulator pemerintah.

 

“Ini membicarakan aset sawit yang mencapai Rp2600 triliun dan devisa mencapai 39 miliar dolar,” kata Dr. Tungkot Sipayung, Founder dan Direktur Eksekutif PASPI di Jakarta, Senin (14/8/2023).

 

Kegiatan Advokasi Sawit dan Peluncuran Buku Mitos Vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia diinisiasi oleh PASPI atas dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) serta media partner Majalah Sawit Indonesia.

 

Hadir dalam kegiatan ini Prof. Bungaran Saragih (Ketua Dewan Pembina PASPI), Dr. Musdhalifah Machmud (Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian RI), Eddy Abdurrachman (Dirut BPDPKS), dan Prof. Reni Mayerni (Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhanas).

 

Adapula sejumlah organisasi kelapa sawit, perguruan tinggi, dan kementerian/lembaga yang mengikuti peluncuran buku antara lain Gapki, Apkasindo, Gimni dan Aspekpir Indonesia.

 

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman menyerahkan buku kepada asosiasi bidang kelapa sawit.

Memang, persepsi negatif terhadap industri sawit semakin mengkhawatirkan. Tudingan dan kampanye negatif terhadap sawit dengan mengangkat isu negatif sawit baik dari segi ekonomi, sosial, kesehatan dan gizi, maupun segi lingkungan yang semakin intensif dan meluas baik di dalam negeri maupun tingkat internasional.

 

Persepsi negatif sawit tersebut bukan hanya sekadar level wacana atau diskursus. Persepsi negatif terhadap sawit telah ditranskripsikan dalam bentuk berbagai kebijakan diberbagai negara importir minyak sawit yang bersifat menghambat, melarang, dan mempersulit perdagangan produk sawit secara internasional.

 

Tungkot menjelaskan bahwa beberapa opini, isu, dan tudingan terhadap sawit bahkan bukan lagi pada level persepsi tetapi sudah berubah menjadi mitos. Salah satunya yakni minyak sawit dimitoskan mengandung kolesterol, padahal tanaman (termasuk sawit) tidak memproduksi kolesterol. Karena kolesterol hanya produksi hewan dan manusia.

Prof. Bungaran Saragih, Ketua Dewan Pembina PASPI, menjelaskan bahwa Indonesia menjadi produsen minyak nabati dunia, keberhasilan ini membawa dinamika baru bagi minyak nabati. Persaingan bergeser dari price competition kepada non price competition karena produsen tidak bisa bersaing. “Isu yang digunakan adalah isu sustainability baik sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kita berkomitmen terhadap sustainability,” ujarnya.

Baca Juga:  Menperin Agus Gumiwang Tetapkan Kegiatan Prioritas Selama 2023

 

Jika persepsi negatif terhadap sawit terus dibiarkan, maka akan mempertaruhkan nasib sekitar Rp1,600 trilyun nilai aset kebun sawit nasional dan lebih dari Rp1,000 trilyun nilai aset industri hilir sawit. Mempertaruhkan masa depan 2.5 juta rumah tangga petani sawit dan 17 juta tenaga kerja. Mempertaruhkan nasib sumber devisa negara, dimana industri sawit mampu menyumbang USD 39 milyar pada tahun 2022.

 

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian Dr. Ir. Musdhalifah Machmud, M.T. mengajak semua stakeholders kelapa sawit Indonesia untuk melakukan kegiatan bersama dalam rangka rangka mencintai kelapa sawit Indonesia.

 

Musdhalifah menjelaskan cinta kepada sawit adalah karena cinta kita kepada negara karena negara kita akan sulit tumbuh lebih baik jika kita mengkritisi kelapa sawit dengan cara yang tidak baik. Oleh karena itu, lakukankan kritik tetapi dengan cara yang baik.

 

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Eddy Abdurrachman mengatakan saat ini muncul stigma bahwa BPDPKS lebih pro kepada pengusaha-pengusaha sawit, khususnya yang bergerak di bidang penyediaan biodiesel. Sebab, dana BPDPKS memang proporsi terbesarnya adalah untuk membiayai pengembangan  bahan bakar nabati.

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman saat menjadi Keynote Speaker.

 

Program biodiesel  adalah sangat penting untuk keberlanjutan industri kelapa sawit. Progam biodiesel diinisiasi untuk menciptakan pasar dalam negeri dan menyerap produksi sawit yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.

 

Sebelum ada program biodiesel, ketergantungan pasar sawit Indonesia kepada ekspor sangat besar. Pasar domestik baik pangan maupun oliochemichel sangat rendah sehingga memberikan dampak terhadap harga minyak sawit yang ditentukan oleh pasar luar negeri.

 

Pemerintah nuntuk menginisiasi program biodiesel agar produksi sawit Indonesia banyak diserap untuk kebutuhan domestik. Program B-30 semakin meningkat dari tahun ke tahun. Alokasikan juga bertumbuh bahkan pada 2023 ini, angkanya mencapai 12 juta metrix ton, naik signifikan jika dibandingkan 2022 yang baru 9 juta ton. AJ

Bagikan

INFORMASI TERKAIT