Kawasan Ekonomi Khusus Percepat Hilirisasi Sawit

Jakarta – Pemerintah mendorong agar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) semakin dioptimalkan oleh para pelaku usaha, khususnya pelaku industri perkebunan kelapa sawit.

Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Perekonomian, Dida Gardera menyebut jika KEK nantinya bisa mempercepat pertumbuhan energi baru terbarukan seperti bioetanol dan bioavtur yang berasal dari bungkil sawit.

“Tadi sudah disampaikan konsep hilirisasi, mungkin dari 1.000 plihan baru sekian persen yang kita optimalkan.

Salah satunya juga kita bekerja sama berbagai pihak untuk mencoba mengusung bungkil sawit yang nantinya akan jadi bioetanol dan bioavtur,” ujar Dida pada acara “Peranan Kawasan Ekonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Industri Hilir Sawit Bernilai Tambah Tinggi”, di Jakarta, Senin (4/11/2024).

Menurut Dida, bungkil sawit sendiri bisa dikategorikan limbah, sehingga tidak bertentangan dengan kebutuhan untuk konsumi dari sawit.

Dia menyebut, jika hal tersebut juga sudah dikonsolidasikan dengan seluruh lembaga pemerintah untuk diatur dari sisi teknisnya agar bioavtur dan bioetanol bisa direalisasikan.

“Untuk kesemuanya itu salah satu yang kita tawarkan adalah dengan KEK. Sebenarnya satu kawasan yang sangat Istimewa KEK ini.

Jadi saya pernah berdiskusi bahwa salah satu keistimewaaan, kekhususan, kemudahan dari KEK ini sudah sangat luar biasa,” ungkap lulusan ITB Teknik Lingkungan ini.

Seminar ini dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Rizal Edwin Manansang, Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti, Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika, Kepala Divisi Program Pelayanan BPDPKS Arfie Thahar, Direktur KEK Sei Mangkei Moses Situmorang, dan Pemimpin Redaksi Majalah Sawit Indonesia Qayuum Amri.

Baca Juga:  Ternyata 88 Persen Produksi CPO Dikuasai Duet BUMN Indonesia dan Malaysia

Dida mengusulkan perlunya dikaji kembali supaya KEK bisa mendorong hilirisasi dari sawit karena memiliki berbagai kemudahan seperti fiskal, perizinan untuk meningkatkan investasi hilir sawit.

“Saya pikir dengan berbagai kemudahan apakah itu fiskal, perizinan tentu bisa semakin menggairakan industri persawitan kita dan harapannya tentu bisa berjalan efek dominonya baik itu untuk tenaga kerja maupun eknomi lokalnya,” tutur Dida.

Lebih lanjut, dia juga menegaskan bahwa sawit merupakan tumpuan ekonomi Indonesia karena baik dari kontribusinya terhadap PDB maupun tenaga kerja.

Hal ini tentunya ini akan menjadi bagian yang akan menjadi mesin utama dalam menghadapi Indonesia emas.

Dengan demikian, tantangan Perkebunan sawit Indonesia saat ini seperti masalah produktivitas harus segera dicari jalan keluarnya.

“Nah tentu masih banyak ruang-ruang untuk melakukan perbaikan saat produktivitas kita 50 juta ton atau 54 juta ton produksinya waluapun sudah 58 persen memenuhi kebutuhan dunia, tetapi tentu masih bisa kita tingkatkan dan secara prouktivitas kita masih tertinggal dibandingkan negeri jiran,” ujarnya.

“Begitu juga nilai ekpor sawit kita sudah lebih USD32 miliar, ini saya yakin masih bisa ditingkatkan terlepas dari berbagai tantangan EUDR yang alhamdulillah berkat perjuangan bersama dan negara lain ditunda selam satu tahun,” pungkasnya.
(sawitindonesia.com).

Bagikan

INFORMASI TERKAIT