JAKARTA-Pemberian insentif royalti 0 persen terhadap hilirisasi batubara, berpotensi menghilangkan pendapatan negara Rp33,81 triliun. Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, nilai tersebut masih dapat bertambah jika diperlebar ke sektor ekonomi makro.
Dia menerangkan, kalkulasi potensi kerugian negara dari royalti batubara 0 persen berasal yaitu royalti batubara dibagi dengan 23 persen dari total sumber produksi batubara. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan, royalti batubara di tahun 2022 mencapai Rp147 triliun. Jumlah ini kemudian dikali 23 persen.
“Kita asumsikan kalau 23 persen dari total produksi itu masuk ke dalam gasifikasi batubara, dan dia tidak bayar royalti yang 23 persen maka potential lost pendapatan negara kita dapatkan Rp33,81 triliun,” ujar Bhima dalam diskusi virtual, Rabu (1/2) seperti dikutip dari situs berita Merdeka.com.
Bhima menekankan, nilai Rp33,81 triliun bukanlah total potensi kehilangan pendapatan negara seumur hidup, namun jumlah tersebut akumulasi dalam setahun. Jika nilai ini diakumulasi selama 20 tahun ke depan, Bhima menyebutkan, potensi kehilangan pendapatan negara dari sektor Minerba semakin besar yaitu Rp676,4 triliun.
“Kalau kita perluas lagi menjadi kehilangan ekonomi tentu angkanya bisa mencapai 2 sampai 3 kali lipat dari Rp676,4 triliun kalau berlaku 20 tahun ke depan karena ada resiko stranded asset yang beresiko nilainya terus menurun,” jelasnya.
Diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) yang mengatur royalti perusahaan batubara 0 persen.
Hal itu tertuang dalam Pasal 128 A yang menjadi pasal sisipan di antara Pasal 128 dan Pasal 129. Adapun ketentuan ini merupakan pembaharuan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pasal 128 A ayat 1 menyatakan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahap kegiatan operasional produksi yang melakukan pertambangan dan/atau pemanfaatan batu bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat 2 dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara.