Hasto Sebut Food Estate Proyek Kejahatan Lingkungan, Bambang Haryo: Tudingan Tak Berdasar

Bambang Harjo.

JAKARTA-Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut bahwa pembangunan food estate di Desa Tewai Baru, Gunung Mas, Kalimantan Tengah dikatakan sebagai proyek kejahatan lingkungan.

Politikus Gerindra Bambang Haryo Soekartono pun ikut mengomentari pernyataan tersebut. Dia mengatakan bahwa pernyataan Hasto Kristiyanto tidak mendasar.

 

BHS sapaan akrab Bambang Haryo Soekartono mengatakan jika jumlah luas hutan di Indonesia ada sekitar 125,8 juta hektar. Sementara itu lahan yang diusahakan untuk ketahanan pangan sebesar 600 hektar.

 

“Lahan 600 hektar tersebut relatif sangat kecil bila dibanding dengan luasan hutan yang ada di Kalimantan Tengah sebesar 10,3 juta hektar, apalagi dibanding luas hutan seluruh Indonesia seluas 125,8 juta hektar,” katanya, Kamis (17/8).

 

Hutan yang sudah dibabat untuk kelapa sawit di Indonesia ada sekitar 15 juta hektar, kata dia, dan hutan yang sempat rusak terbakar di tahun 2015 sebesar 2,61 juta hektar.

 

“Demikian juga hutan produktif yang digunakan untuk kepentingan penambangan batu bara di Indonesia dengan produksi penambagan sebesar 687 juta ton pertahun, jadi sudah berapa ratus ribu atau juta hektar hutan yang dibabat akibat penambangan batu bara tersebut,” ungkap Anggota DPR-RI Periode 2014/2019 itu.

BHS yang juga menjabat sebagai Penasehat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Jawa Timur ini mengatakan bahwa Hasto juga tidak ada pernyataan soal kerusakan-kerusakan hutan.

 

“Hal ini sangat ironis dan terkesan pencitraan. Kenapa program ketahanan pangan yang diusahakan oleh Pak Jokowi dengan penanggung jawab Kementerian Pertanian sebagai leading sector dan Kemenhan RI membantu utama untuk mensukseskan program ketahanan pangan dikritisi keras oleh Pak Hasto itu?,” ujarnya.

Baca Juga:  Ekspor Nikel Tahun 2022 Tembus Rp506,13 Triliun, Mayoritas Ke China.

 

Dia menyatakan untuk membuka lahan baru butuh suatu proses menyeimbangkan kondisi hara tanah dengan melakukan pengolahan-pengolahan tanah agar tanah tersebut dapat di manfaatkan sebagai lahan produksi pertanian (lahan hijau).

 

Dia memberikan beberapa contoh food estate yang sudah berhasil, misalnya di Papua daerah Kerom dengan luas 10 hektar menghasilkan jagung raksasa dan sudah di ekspor, Timika menghasilkan sagu yang merupakan lahan sagu terluas di dunia sebesar 4,7 juta hektar yang perhektarnya menghasilkan 40 ton sagu.

 

“Bahkan, sebagian di ekspor dan sebagian lagi di konsumsi sebagai makanan pokok masyarakat Papua, dan Marauke. Selain itu, juga menghasilkan beras yang dikonsumsi sebagian oleh negara Papua Nugini dan sebagian lagi dikonsumsi oleh masyarakat di Papua,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Harian Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur itu.

 

Dia menyampaikan bahwa food estate diharapkan bisa mengatasi krisis pangan yang saat ini sering dikhawatirkan oleh pemerintah, terutama yang sedang melanda di beberapa negara di dunia.

 

“Diharapkan juga semua wilayah Indonesia harus mempunyai lumbung-lumbung pangan, agar terjadi kemudahan dan pemerataan pangan di seluruh Indonesia,” pungkas Anggota Bidang Pengembangan Usaha dan Inovasi DPN HKTI itu.

 

Bagikan

INFORMASI TERKAIT