JAKARTA– Pelaku usaha angkutan truk meminta agar kebijakan pencampuran minyak kelapa sawit ke dalam solar atau disebut dengan B-35 dan nantinya menuju hingga B-100 disosialisasi lebih masif kepada konsumen, khususnya kepada pemilik truk.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan sosialisasi biodiesel tersebut sangat penting agar terjadi pemahaman yang sama bagi seluruh operator truk di Indonesia terhadap manfaat, keuntungan dan dampak penggunaan B-35.
Dia menjelaskan ribuan anggota asosiasinya membutuhkan informasi yang memadai dan cukup tentang program strategis nasional bioesel tersebut. “Kami ingin program nasional biodiesel ini disosialisasi lebih masif, termasuk kepada anggota kami,” katanya.
Seperti diketahui, mulai 1 Februari 2023, pemerintah memberlakukan program pencampuran biodiesel 35% atau B35 pada BBM jenis solar. Keputusan ini dimuat dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Nomor 10.E/EK.05/DJE/2022.

Surat Edaran tentang Implementasi Penahapan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel sebagai campuran bahan bakar minyak jenis minyak solar adalah dalam kerangka pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang ditetapkan pada tanggal 28 Desember 2022 lalu.
B35 adalah campuran biodiesel antara bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak kelapa sawit dengan BBM diesel. Sesuai namanya, kadar minyak sawit dalam bahan bakar adalah 35 persen, sementara 65 persen sisanya merupakan BBM solar.
Program biodiesel bertujuan meningkatkan penyediaan energi bersih secara berkelanjutan. Bukan hanya itu, adanya biodiesel juga merupakan upaya mengurangi angka impor solar di tengah situasi global yang terancam krisis.
Biodiesel di Indonesia sebelumnya telah melalui proses cukup panjang hingga mencapai angka campuran 35 persen minyak kelapa sawit. Kementerian ESDM menjelaskan, program mandatori biodiesel sudah mulai diimplementasikan sejak 2008, dengan kadar campuran minyak kelapa sawit 2,5 persen.
Keberhasilan program mandatori ini membuat kadar biodiesel secara bertahap ditingkatkan hingga 7,5 persen, mulai 2008 hingga 2010. Lima tahun kemudian, tepatnya sejak April 2015, persentase biodiesel kembali meningkat dari 10 persen menjadi 15 persen. Hingga pada 1 Januari 2016, Kementerian ESDM kembali meningkatkan kadar biodiesel menjadi 20 persen atau disebut B20.
Gemilang menjelaskan asosiasinya mendukung pelaksanaan program biodiesel secara bertahap. Selain bermanfaat bagi perkebunan kelapa sawit, manfaatnya juga bagi devisa negara. “Hanya saja, sosialisasi ini penting agar ke depan, dukungan terhadap program biodiesel makin menguat,” katanya.
Dia menjelaskan lembaga seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) diharapkan berada digarda terdepan dalam rangka memasyarakatkan program biodiesel yang saat ini menggunakan pencampuan produk kelapa sawit. AJ